AMBON,MG.com – Penanggung jawab administrasi kegiatan Uji Publik II Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) DPRD Kota Ambon tentang tentang penyelenggaraan Rumah Kost dinilai pilih kasih dan tidak adil.
Penilaian ini diberikan lantaran pengganti uang transport yang mestinya diberikan kepada seluruh peserta uji publik hanya diberikan kepada peserta tertentu saja.
Padahal, seluruh undangan atau peserta menandatangani daftar hadir sebanyak tiga rangkap.
“Tidak dapat pengganti uang transport padahal kami hadir dan mengikuti kegiatan sampai selesai dan tandatangan daftar hadir. Undangan sebagian terima hanya kami beberapa orang yang tidak menerima,” kata Perwakilan Pemerintah Desa Rumahtiga, Kecamatan Teluk Ambon, Anthony Hendriks saat ditanya wartawan usai Uji Publik II yang diselenggarakan di ruang rapat paripurna DPRD Kota Ambon, Kamis (30/8/2018).
Timbul pertanyaan, kenapa hanya sebagian peserta yang menerima pengganti uang transport sementara yang lain tidak.
“Kami yakin pengganti uang transport disediakan sesuai jumlah peserta yang hadir atau diundang. Lantas kemana sisa uang tersebut, apakah raib atau sengaja disembunyikan,” tambah salah satu peserta.
Pengganti uang transport merupakan hak setiap peserta tanpa kecuali sebagai bentuk pertanggungjawaban absensi dan buah pikir mereka.
Hendriks kemudian mempertanyakan hal ini kepada salah satu panitia namun jawaban yang diterima sangat mengecewakan.
“Uang sudah habis tidak ada lagi,” celetuk salah satu staf Sekretariat DPRD Kota tanpa perasaan.
Tak hanya Hendrik, beberapa undangan uji publik lainnya yang hendak pulang dan sementara menunggu angkot di depan jalan, kepada wartawan mengaku juga tidak mendapat, sedangkan peserta lainnya diberikan didepan mata mereka.
“Kami tidak memperoleh pengganti uang transport sedangkan teman lain dapat. Padahal sama-sama undangan dan hampir empat jam duduk bahas. Memang tidak adil. Kata pegawai yang membagikan uang, PNS tidak dapat. Lebih baik Pansus I, meski hanya satu jam bahas Ranperda, semua diberi uang transport tanpa kecuali. Kami tidak akan hadir lagi, jika diundang,” kata salah satu undangan uji publik yang enggan namanya dipublikasi.
Senada dengannya, salah satu undangan lainnya yang berprofesi sebagai PNS juga mengaku kecewa dengan perlakuan staf Sekretariat DPRD Kota yang bertugas dalam uji publik berkaitan masalah administrasi karena tidak adil dan seakan ingin ditipu.
Menyikapi hal ini, peserta ingin menyampaikan unek-unek mereka kepada Ketua Pansus II, Jusup Latumeten. Namun sayangnya Latumeten tak peka dan memilih ‘bersembunyi’.
Kecewa dengan sikap dan ulah staf admjnistrasi Pansus II serta Ketua Pansus II, Jusup Latumeten, peserta lainnya berjanji tidak akan memberikan dukungan kepada Latumeten pada Pileg 2019.
“Untuk hal kecil saja tidak bisa dipercaya, lantas bagaimana kami mau mendukung figur seperti ini di Pileg 2019. Di kota saja tidak mampu apalagi di provinsi,” kara peserta lainnya.
Pantauan media ini, saat uji publik pertama digelar, undangan yang hadir lebih dari 100 orang yang terdiri dari Bagian Hukum, Dinas PUPR, BPRD Pemkot Ambon, para Camat, Lurah, Kepala Desa/Raja, Ketua RT/RW dan pengusaha kost se-Kota Ambon.
Peserta kemudian disodori tiga rangkap daftar hadir untuk ditandatangani.
Padahal, sesuai aturan sekali uji publik daftar absen yang ditandatangani hanya satu lembar.
Dan diakhir pembahasan, undangan diberi uang transport sebesar Rp 50 ribu per orang. Bahkan, sejumlah pegawai Sekretariat DPRD yang tidak ikut uji publik dan berada di luar ruangan pun, diduga ikut keciprat.
Uji publik Ranperda gunanya agar Pansus memperoleh masukan dan saran bagi pembobotan Ranperda.
Uji publik akan dilakukan selama tiga kali, dengan anggaran puluhan juta rupiah untuk sekali uji publik. (ie)