Ambon,MG.com-Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon resmi tetapkan Kepala Puskesmas Saparua, Kabupaten Maluku Tengah dan Bendaharanya sebagai tersangka kasus korupsi dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK), tahun anggaran 2020-2023.
Kedua tersangka yakni RP selaku kepala puskesmas Saparua dan AP selaku bendahara Puskesmas Saparua.
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Ambon, Adhryansah mengungkapkan, keduanya ditetapkan sebagai tersangka setelah penyidik mengantongi fakta dugaan perbuatan melawan hukum atas kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp. 353.538.446,- berdasarkan hasil audit BPKP Perwakilan Maluku.
“Untuk penanganan kasus dugaan korupsi penyalahgunaan BOK pada Puskesmas Saparua tahun anggaran 2020 sampai dengan 2023. Tim penyidik setelah melalui mekanisme gelar perkara sepakat untuk menaikan status terhadap dua orang yakni saudara RP selaku Kepala Puskesmas dan saudara AP selaku Bendahara Puskesmas sebagai tersangka,” ungkap Kajari, Selasa (24/09/24).
Ia mengatakan, Indikasi perbuatan melawan hukum oleh kedua tersangka tersebut dalam pengelolaan kegiatan BOK secara nyata oleh penyidik menemukan fakta perbuatan melawan hukum yang berindikasi adanya kerugian negara.
“Pertama, mereka melakukan kegiatan menggunakan sarana kendaraan dinas yang menurut UU bahwa penggunaan mobil dinas untuk kegiatan ini dilarang. Kemudian berikutnya, terdapat kegiatan-kegiatan yang Laporan Pertanggung Jawabannya (LPJ) tidak sesuai pada kenyataanya, dalam hal ini kegiatan tersebut tidak pernah dilaksanakan atau fiktif, yang ditemukan anggarannya sebesar Rp74.190.000,” kata Kajari.
Ia menjelaskan, Pada tahun 2023 juga ditemukan penggunaan dana BOK untuk kegiatan belanja bahan-bahan makanan, PMT, Balita Gizi dan makanan lokal PMT, serta lokal ibu hamil dari bulan Januari hingga Agustus 2023 sebesar Rp91,544.088, yang diserahkan saudara AP selaku bendahara BOK kepada saudara KJR hanya sebesar Rp45 juta sekian.
“Namun di dalam LPJ adalah senilai Rp.91 juta. Kasus ini dibuat pertanggungjawaban palsu, dilakukan cap palsu atas nama toko fiktif dan nota fiktif. Ada juga pemotongan anggaran BOK tahun 2023, anggaran tranfortasi program UMKM sebesar 15 persen atau Rp63 juta sekian, melalui Juknis untuk BOK tahun 2023,” jelasnya.
Hal itu diduga uang tersebut diselewenangkan untuk membayar tenaga honorer, padahal penggunaan dana BOK untuk pembayaran honorer sudah dilarang.
“Untuk kerugian negara kami tim penyidik dengan berkoordinasi dengan BPKP Perwakilan Maluku ditemukan adanya indikasi kerugian negara sebesar Rp353.538.446,” tutupnya. ( MGJO)