AMBON, MG.com – Kondisi Maluku merupakan daerah rawan bencana gempa bumi dan longsor bawah laut berpotensi tsunami. Bencana alam akibat faktor geologis tersebut bisa menyebabkan dampak korban jiwa yang tidak sedikit.
Karena itu pemerintah daerah sudah harus menyiapkan masyarakatnya agar lebih sigap dan mampu menghadapi situasi tersebut.
Demikian dikemukakan Dr. Muhammad Zain Tuakia peneliti dari Pusat Riset Laut Dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada pelaksanaan Table Top Exercise (TTX) yang digelar BPBD Maluku bekerjasama dengan Brunel University Inggris dan Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) di Ambon, Jumat (15/10).
Tuakia menjelaskan, sebagai daerah rawan gempa bumi, masyarakat Maluku sudah harus disiapkan untuk menghadapi bencana tersebut, guna meminimalisir risiko dampak korban jiwa.
“Intinya ada pada peningkatan kapasitas masyarakat. Jika masyarakat sudah paham dengan benar situasi bencana gempa maupun tsunami, dan apa saja yang harus dilakukan, maka mereka akan lebih tangguh dan siap menghadapinya,” katanya.
Kesiapan menghadapi bencana harus sistematis mulai dari penyusunan kebijakan daerah hingga program yang dilaksanakan dengan melibatkan semua unsur, tidak hanya Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), tetapi juga akademisi, guru, mahasiswa, pelajar, pemuda desa hingga media massa.
Zain memberi contoh, jika kebijakan dan prosedur tata ruang mencantumkan faktor geologis sebagai salah satu kriteria dalam mendirikan bangunan, maka masyarakat dengan sendirinya juga akan mengikutinya karena ada dalam peraturan. Mereka juga akan semakin terbiasa dan waspada sebelum mendirikan bangunan tempat tinggal.
“Kita masih bisa meminimalisir dampak yang dihasilkan, mulai dari dampak ekonomi, sosial hingga korban jiwa. Namun, kesalahan terbesar kita adalah hanya sibuk sesudah terjadi gempa. Ketika peristiwa itu selesai, maka kita seolah lupa apa yang terjadi,” ujarnya.
Menurutnya, sosialisasi kebencanaan kepada masyarakat mulai dari tingkat desa hingga sekolah-sekolah dasar digiatkan minimal satu bulan sekali dan terkontrol, sehingga ada tolak ukur keberhasilan program yang dilaksanakan bisa dipantau.
“Latihan menghadapi gempa dan tsunami juga harus rutin dilaksanakan, sehingga masyarakat terbiasa dan tidak panik saat bencana tersebut terjadi. BPBD bisa melatih perwakilan guru dan pemuda desa mengenai kesiapan bencana. Mereka yang akan meneruskan dan membuat latihan menghadapi bencana di sekolah dan masing-masing desa,” kata Tuakia. (D2)