AMBON, MG.com – Gempa tektonik beruntun pada 26 September 2019 maupun pada 12 November 2019 mengakibatkan tanah ambles di Desa Sila Kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah, dengan kedalaman antara 12-15 meter serta retakan tanah selebar 25 meter dengan panjang 100 meter ke arah pantai.
Akibat bencana dan fenomena tersebut, masyarakat menjadi trauma dan hudup dalam kecemasan berkepanjangan.
Untuk itu, Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) menggandeng BMKG, LIPI, peneliti Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon dan tokoh agama melakukan terapi psikososial dan sosialisasi kegempaan kepada warga di sejumlah desa di Pulau Haruku dan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah.
“Terapi psikososial dan sosialisasi kegempaan dilakukan dengan mendatangi sejumlah desa dan tempat penampungan pengungsi di Pulau Haruku juga Pulau Nusalaut dalam beberapa hari terakhir,” kata Kepala Pelaksana (Kalaksa) BPBD Maluku, Farida Salampessy, di Ambon, Minggu, (22/12)
Kegiatan psikososial dan sosialisasi kegempaan bagi pengungsi di Pulau Haruku sudah dimulai sejak Sabtu (21/12) dengan mendatangi warga dan lokasi pengungsi di Desa Kailolo, Dusun Ori, Desa pelaut dan Desa Kabau.
Sedangkan pada Minggu kegiatan sosialisasi dilakukan di Negeri Oma dan Haruku Sameth.
“Tim BPBD bersama BMKG juga melakukan sosialisasi kepada warga di Desa Sila, Pulau Nusalaut, kabupaten Maluku Tengah, pada Sabtu (21/12), agar warga tidak terlalu takut akibat amblesan yang terjadi di desa tersebut,” katanya.
Menurutnya, kegiatan psikososial dan sosialisasi kegempaan perlu dilakukan secara berkala kepada warga, sehingga mereka tidak terlalu trauma dan takut akibat gempa yang masih dirasakan hingga saat ini, serta bersedia kembali ke rumah.
BPBD juga memanfaatkan sosialiasi tersebut untuk menyampaikan rencana rehabilitasi terhadap ribuan rumah yang rusak berat, sedang dan ringan terdampak gempa magnitudo 6,5 yang mengguncang Kota Ambon, Maluku Tengah dan Seram Bagian Barat (SBB) tersebut.
“Pemerintah Pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah mengalokasikan dana stimulan tahap I untuk perbaikan rumah rusak kepada BPBD kabupaten/kota terdampak, maupun Dana Tunggu Hunian (DTH) serta Cash For Work (CFW) atau anggaran pembersihan rumah rusak akibat gempa,” katanya.
Setiap rumah rusak berat akan mendapatkan stimulan sebesar Rp50 juta, rusak sedang Rp25 juta dan rusak ringan Rp10 juta dan penyalurannya secara bertahap.
DTH diperuntukkan untuk korban gempa dengan kondisi rumah atau hunian rusak berat sebesar Rp500 ribu per bulan, diberikan selama enam bulan dengan tujuan agar keluar dari tempat pengungsian, serta dapat mengontrak rumah untuk ditinggali sementara selagi rumah mereka direnovasi.
Sedangkan dana CFW merupakan anggaran yang diberikan kepada masyarakat yang bekerja membantu membersihkan puing-puing paskagempa. Dana sebesar Rp50 ribu selama lima hari akan diberikan bagi mereka membantu membersihkan reruntuhan dan puing bangunan.
Karena itu, Farida mengingatkan warga yang rumahnya rusak berat, sedang maupun ringan untuk segera menyelesaikan administrasi mereka terutama Kartu Keluarga (KK) dan Kartu Tanda Penduduk (KTP), sebagai prasyarat utama memperoleh dana bantuan tersebut.
“KK dan KTP sangat dibutuhkan sebagai pelengkap administrasi pengungsi. Jika ada pengungsi di Pulau Haruku yang belum memilikinya segera berkoordinasi dengan Kepala Desa/dusun untuk proses pembuatan, sehingga lengkap dan proses renovasi rumah dapat segera dilaksanakan,” kata Farida Salampessy.(on)