AMBON, MenaraGlobal.com-Setelah ditandatangani Asean Declaration On Culture of Prevention for a Peacefull Inclusive, Resilient, Healthy and Harmonious Society (COP) atau dekarasi Budaya Prevention yang di tandatangani 10 kepala Negara dan Pemimpin Pemerintahan Kawasan Asean pada Konferensi Tingkat Tinggi Asean di Manila pada 13 November 2017 maka Direktorat Kerjasama Sosial Budaya Asean Kementrian Luar Negeri RI menggelar Pelatihan Tangkal Hoaks di lantai 7 Kantor Gubernur Maluku, Selasa (5/6/2018).
Pembukaan pelatihan dan diskusi publik itu dihadiri
Direktur Kerja Sama Sosial Budaya ASEAN Kementrian Luar Negeri-RI, Riaz Saehu beserta staf, Staf Ahli Bidang Kemasyarakatan dan SDM Pemprov Maluku, Halim Daties mewakili Plt.Gubernur Maluku, Sekretaris Kota Ambon (Sekkot) A.G Latuheru mewakili Walikota Ambon serta relawan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (Mafindo) serta sejumlah OKP juga berbagai Elemen masyarakat.
Dalam sambutannya Direktur Kerjasama Sosbud Asean, Kemenlu- RI Riaz Saehu menyatakan ada lima butir perjanjian dalam Deklarasi Budaya Prevention (COP).
“Ada dua perjanjian yang terkait dengan upaya rasa saling menghargai, memahami dan mendorong rasa toleransi dan moderasi,” kata Riaz.
Saehu menjelaskan, tidak hanya di Indonesia yang masyarakatnya majemuk, tetapi di kawasan Negara Asia Tenggara/Asean seperti Brunei Darusalam, Malaysia, Singapura, Thailand, Filipina, Laos, Kamboja, Vietnam dan Myanmar juga merupakan negara-negara yang memiliki masyarakat multi etnik dan religius sehingga kawasan ini sangat majemuk.
“Karena itu, peranan media sosial meski sebagai saluran informasi berkecepatan tinggi yang membawa manfaat bagi banyak orang, tetapi juga dapat jadi masalah, karena informasi dapat diakses dengan mudah,” katanya.
Menurut Saehu, berdasarkan statistik, terdapat 2,7 milyar pengguna facebook dan 328 juta pengguna twitter aktif per bulan di seluruh dunia, setiap menit konten senilai 300 jam diunggah di youtube.
“Karena itu, saat ini internet telah menjadi referensi utama untuk mengakses berita dan informasi, sehingga media konvensional, seperti koran majalah dan tabloid menjadi referensi paling akhir dalam mencari informasi,” terang Saehu.
“Indonesia termasuk negara pengguna internet terbesar di dunia, pasalnya menurut asosiasi penyelenggara jasa internet Indonesia, lebih dari 50 persen atau 143 juta masyarakat Indonesia terhubung dengan internet sepanjang tahun 2017 sementara pengguna aktif media sosial sebesar 100 juta dengan penetrasi 49 persen,” jelasnya.
Untuk itu menurutnya, pelatihan Tangkal Hoaks merupakan upaya untuk menjawab kebutuhan mendapatkan informasi yang benar.
Diharapkan, peserta pelatihan dapat memilih informasi yang benar serta tidak menyebarkan informasi salah yang menyesatkan atau yang lebih dikenal dengan Hoaks.
Riaz menegaskan, ASEAN menolak berita palsu yang menyebarkan kebencian, memicu konflik dan membahayakan perdamaian.
Kota Ambon merupakan kota pertama yang dilaksanakan kegiatan Pelatihan Tangkal Hoax.
“Dalam pandangan dunia Internasional Ambon sucsess story dalam hal perdamaian dan ini patut dijadikan contoh,” katanya.
Pelatihan tangkal hoax dan diskusi publik dilanjutkan dengan pelatihan bagaimana mengidentifikasi dan menyikapi berita-berita Hoax yang beredar di media sosial yang dibawakan oleh perwakilan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO) cabang Maluku, Roesda Leikawa dan Marvin Laurens. (on)