Ambon,MG.com-Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan peningkatan signifikan dalam indeks literasi dan inklusi keuangan nasional melalui Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2025.
Berdasarkan Metode Keberlanjutan, indeks literasi keuangan naik menjadi 66,46% dan indeks inklusi keuangan menjadi 80,51%, meningkat dari 65,43% dan 75,02% pada tahun 2024. Sementara itu, berdasarkan Metode Cakupan DNKI, inklusi bahkan mencapai 92,74%.
Kepala Eksekutif OJK Friderica Widyasari Dewi dan Deputi Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menyampaikan bahwa peningkatan ini menjadi landasan penting untuk kebijakan keuangan inklusif ke depan, termasuk penguatan literasi syariah yang saat ini masih di angka 43,42% (literasi) dan 13,41% (inklusi).
Survei yang melibatkan 10.800 responden di 34 provinsi ini juga mengungkapkan bahwa tingkat literasi dan inklusi masih timpang antar kelompok masyarakat. Perempuan, penduduk perdesaan, kelompok usia 15–17 dan 51–79 tahun, serta mereka dengan pendidikan rendah dan pekerjaan informal seperti petani dan nelayan, tercatat memiliki skor yang lebih rendah dari rata-rata nasional.
Data juga menunjukkan bahwa pendidikan tinggi dan status pekerjaan formal seperti pegawai atau profesional sangat berkorelasi dengan literasi dan inklusi keuangan yang tinggi. Bahkan, kelompok pensiunan mencatat inklusi keuangan 100% dalam kedua metode survei.
Untuk menjawab tantangan ini, OJK menegaskan komitmen memperluas edukasi keuangan kepada kelompok rentan, selaras dengan Peta Jalan OJK 2023–2027, RPJMN 2025–2029, dan RPJPN 2025–2045.
“Masyarakat yang melek keuangan akan lebih mampu mengelola risiko, menabung, berinvestasi, serta memanfaatkan layanan keuangan secara bijak,” ujar Friderica.
Dengan sinergi lintas sektor dan strategi yang tepat sasaran, OJK berharap literasi dan inklusi keuangan dapat terus meningkat demi mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkeadilan.