
AMBON,MG.com – Komisi III DPRD Provinsi Lampung melakukan kunjungan kerja ke DPRD Provinsi Maluku pada Rabu (25/6/2025), untuk melakukan studi banding terkait Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Fokus mereka adalah menggali potensi dan strategi pengelolaan PAD di daerah kepulauan seperti Maluku yang memiliki potensi kelautan sangat besar.
Pertemuan berlangsung di Rumah Rakyat Karang Panjang Ambon dengan Komisi III DPRD Maluku dan dihadiri oleh sejumlah OPD teknis, seperti Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD), serta Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku.
“Mereka ingin mempelajari bagaimana Maluku mengelola PAD, khususnya dari sektor laut. Tapi ternyata, kita jelaskan bahwa PAD kita yang terbesar justru bukan dari laut,” kata Ketua Komisi III DPRD Maluku, Djemy Pattiselanno kepada wartawan usai pertemuan.
Menurutnya, pendapatan terbesar Maluku berasal dari pajak bahan bakar dan pajak rokok. Sementara dari laut meski wilayahnya dominan laut, namun kontribusinya terhadap PAD masih kecil.
“Ini karena regulasi nasional tidak memberikan kewenangan kepada provinsi untuk memungut langsung dari sektor perikanan tangkap dan sumber daya kelautan lainnya. Kita hanya punya peran teknis, bukan sebagai pemungut,” jelasnya.
Perwakilan dari Bappeda juga menambahkan bahwa ketergantungan terhadap pajak pusat menandakan masih terbatasnya kemandirian fiskal daerah.
“Sektor laut sangat potensial, tapi kita belum diberi ruang yang cukup oleh regulasi untuk menggali secara langsung potensi tersebut,” kata Politisi PDI-Perjuangan Maluku itu.
Potensi besar di Maluku tapi kewenangan kecil dalam pengelolaan laut, sehingga kunjungan DPRD Lampung ini membuka diskusi penting tentang perlunya peninjauan ulang kewenangan fiskal daerah, khususnya provinsi kepulauan seperti Maluku.
Potensi sumber daya laut Maluku yang luar biasa belum sebanding dengan kontribusi terhadap PAD karena terkendala aturan pusat.
Melalui forum seperti ini, DPRD dan OPD lintas daerah bisa mendorong aspirasi kolektif ke pemerintah pusat, agar memberikan porsi kewenangan lebih besar kepada daerah dalam pengelolaan sumber daya-nya sendiri.
“Kunjungan ini bukan hanya studi banding, tetapi menjadi refleksi bahwa kekayaan alam saja tidak cukup jika tidak diimbangi dengan keberpihakan regulasi,” ujarnya. (*)



